Silakan menempatkan Iklan Anda disini

Kamis, 26 November 2009

Acute Mountain Sickness (AMS)

Acute Mountain Sickness (AMS)

Dapat mengakibatkan kematian tapi dapat dicegah

Dr. Heru Wiyono, SpPD

High altitude atau mountain sickness dapat dialami seseorang bila berada pada ketinggian, seperti pada pendaki gunung. Cukup sulit untuk mengeatahui siapa yang dapat terkena penyakit ini karena tidak terdapat faktor spesifik, secara umum hamper semua orang dapat beraktivitas secara normal pada ketinggian 2.500 meter (8000 kaki). Bandingkan dengan gunung semeru yang tertinggi di pulau jawa sekitar 3.600 meter.

Acute Mountain Sickness (AMS) dapat mulai timbul pada ketinggian 2.000 meter diatas permukaan laut. Penyakit ini, yang merupakan bentuk tersering dari penyakit akibat ketinggian, umumnya terjadi dalam waktu 6 sd 10 jam setelah pendakian, dan umumnya menurun setelah 1 sd 2 hari, tapi dapat berkembang menjadi lebih buruk. Gejala dapat berupa sakit kepala, fatigue, gangguan saluran cerna, dan gangguan tidur. Aktivitas berlebihan memperberat gejala.

Di Amerika selatan dikenal istilah "soroche" yang berasal dari kata "ore", karena dulu diperkirakan akibat keracunan ore (mineral) di pegunungan andes.

High altitude pulmonary edema (HAPE) dan cerebral edema (HACE) adalah bentuk terberat penyakit ketinggian (Altitude sickness), sedangkan AMS, perdarahan retina dan bengkak pada anggota badan adalah beberapa bentuk penyakit ini. Faktor yang berpengaruh pada berat tidaknya penyakit ini adalah seberapa cepat naik ke ketinggian, seberapa berat aktivitas di ketinggian, dan kepekaan individu.

Altitude sickness umumnya terjadi setelah naik ke ketinggian dan umumnya dapat dicegah dengan menempuh ketinggian perlahan lahan. Di kalangan pendaki gunung dulu dikenal istilah “kebut gunung”, usaha menempuh ketinggian dengan secepat mungkin. Harus diingat dalam beberapa kasus Altitude sickness dapat berakibat fatal.

Gejala dan Tanda

Sakit kepala merupakan gejala utama yang sering menjadi penanda Altitude sickness, walaupun dapat juga diakibatkan dehidrasi (kekurangan cairan). Bila kita mengalami sakit kepala pada ketinggian 2.400 meter atau lebih diikuti oleh beberapa gejala ini, bisa berarti tanda Altitude sickness:

  • Nafsu makan menurun, mual atau muntah
  • Lemah badan (fatigue)
  • Pusing atau sakit kepala
  • Insomnia
  • Sesak nafas pada waktu aktivitas
  • Denyut nadi cepat (>90 x/menit)
  • Penurunan kesadaran
  • Bengkak anggota badan (tangan, kaki atau muka)

Berikut merupakan tanda Altitude sickness yang berbahaya:

  • pulmonary edema (penimbunan cairan di paru): batuk terus menerus, demam dan sesak nafas yang menetap walaupun penderita telah diistirahatkan
  • cerebral edema (pembengkakan otak):
    • Sakit kepala yang tidak berespon pada pemberian obat anti nyeri
    • Gait (langkah kaki) limbung
    • Muntah yang semakin lama semakin sering
    • Penurunan kesadaran yang semakin lama semakin memburuk

Kasus berat

Gejala paling serius diakibatkan edema (penimbunan cairan di jaringan). Pada ketinggian, dapat terjadi high altitude pulmonary edema (HAPE), atau high altitude cerebral edema (HACE). Diperkirakan, HACE diakibatkan oleh vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) lokal di otak dipicu oleh kekurangan oksigen (hipoksia), sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke otak, menyebabkan peningkatan tekanan kapiler. Sedangkan HAPE diakibatkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) di paru, kekurangan oksigen mengakibatkan gangguan ventilasi dan perfusi di kapiler paru, yang pada akhirnya meningkatkan tekanan kapiler.

HAPE terjadi dengan insiden 2% pada ketinggian 3.000 m (10,000 feet = 70 kPa) atau lebih. Gejala sering diawali dengan batuk yang semula kering kemudian berubah menjadi berdahak berwarna merah muda dan berbuih.

HACE dapat memberat sampai koma bahkan dapat menimbulkan kematian. Dilaporkan terjadi pada 1% penderita di ketinggian 2.700 m (9.000 feet = 73 kPa). Gejala dapat diawali sakit kepala, fatigue, gangguan penglihatan, gangguan saluran kemih dan saluran cerna, sampai kelumpuhan di satu sisi, dan kebingungan (penderita tidak dapat memberi respon benar bila diajak bicara), dan dapat mengakibatkan kehilangan koordinasi sehingga meningkatkan resiko tersesat.

Kedua penyakit ini dapat berkurang bila segera berpindah ke ketinggian yang lebih rendah. Sehingga bila gejala ini timbul sebaiknya sesegera mungkin turun keketinggian yang lebih rendah. Karena bila timbul gejala Altitude sickness, hanya terdapat waktu relatif pendek sebelum mulai terjadi gangguan kesadaran dan koordinasi, berikut tabel perkiraan waktu sebelum timbul gangguan kesadaran berdasarkan ketinggian:

1 komentar:

  1. dok saya pernah baca,... kalo seseorang AMS, penatalaksanaanya selalin turun dari ketinggian diberikan acetazolamid... bukannya acetazolamid obat buat glaukoma ya dok ya?? mohon jawabnnya. makasi

    BalasHapus

Mencoba menyajikan Informasi mengenai penyakit dalam secara mudah dan gamblang sehingga mudah untuk dipahami