Silakan menempatkan Iklan Anda disini

Rabu, 18 November 2009

Tuberkulosis Liver


TUBERKULOSIS LIVER


Dr. Heru Wijono, SpPD


Di Indonesia penyakit Tuberkulosis masih banyak didapatkan. Indonesia tercatat dengan insiden kasus baru yang cukup tinggi (lihat gambar). Penyakit yang diakibatkan oleh baksil Mycobacterium Tuberculosa ini tidak hanya menyerang paru, tetapi dapat juga menyebabkan penyakit di luar paru (ekstrapulmoner). Tuberkulosis walaupun jarang dapat menyerang liver.


Tuberkulosis di liver sering secara klinis tidak memberikan gejala, sehingga gejala penyakit ini harus diwaspadai karena sebenarnya dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan yang tepat. Penelitian di Afrika Selatan mendapatkan insiden sebesar 1,2 % dari seluruh penderita dengan TBC.


TBC Liver sendiri dikenal melalui banyak nama lain seperti tubercular hepatitis, local tuberculosis, secondary tuberculosis, isolated tuberculosis dan tuberculosis atipik.


Baksil TBC mencapai liver melalui jalur pembuluh darah (hematogen), penyebaran dapat melalui arteri hepatica melalui pembuluh vena porta. Secara klinis sering didapatkan berbentuk lesi > 2 mm. Sering tidak didapatkan kelainan lain.


Secara garis besar TBC liver dapat dibagi menjadi 3 bentuk berbeda. Bentuk tersering adalah penyebaran difus (merata) bersamaan dengan penyakit serupa di paru, didapatkan pada 50-80% pasien. Bentuk kedua adalah infiltrasi liver yang difus (merata) tanpa adanya penyakit TBC di paru. Bentuk ketiga yang lebih jarang adalah kumpulan nanah (abses) atau tuberkuloma.


Gejala Klinis


Keluhan penderita yang tersering adalah panas badan (63-99%) kemudian penurunan berat badan (50%-84%) dan nyeri perut (46%-70%). Pembesaran liver (hepatomegali) didapatkan pada lebih dari 50% penderita sedangkan pembesaran limpa (splenomegali) didapatkan pada sepertiga penderita. Ikterus (kulit dan mata kuning) jarang didapatkan pada penderita. Untuk menegakkan diagnosis sering diperlukan pemeriksaan Biopsi dengan jarum halus, sedangkan pemeriksaan imaging kadang tidak memberikan hasil yang memuaskan karena ukuran granuloma TBC yang kecil (2 mm), terutama pada TBC liver dengan bentuk granuloma.



Sedangkan pada kasus TBC liver yang membentuk tuberkuloma atau Tubercular abscess, karena ukurannya yang lebih besar, maka pemeriksaan imaging seperti Ultrasonography, CT Scan dan MRI masih dapat membantu dalam mendeteksi penyakit. Pada CT Scan, harus dibedakan dengan penyakit lain pada liver seperti misalnya tumor. Pada MRI hasilnya sering nonspesifik, demikian juga pada ultrasonography. Diagnosis TBC liver ditegakkan dengan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberculosa pada hasil biopsy.


Terapi


TBC liver diterapi dengan cara yang sama seperti TBC ekstrapulmoner lainnya. Terapi yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa macam obat anti TBC seperti INH, Rifampisin, Ethambuthol, Streptomisin, dan Pirazinamid. Pemberian obat ini dilakukan secara intensif dalam jangka waktu dua bulan, selanjutnya dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin selama tujuh bulan.


Obat TBC tertentu dapat menyebabkan gangguan pada liver, ditandai dengan kenaikan SGOT dan SGPT sd > 5 kali nilai normal. Pada kasus seperti ini digunakan obat anti TBC yang tidak mempengaruhi liver seperti Streptomisin dan Ethambuthol.


Secara keseluruhan, karena TBC liver sering tidak memberi gejala klinis, diagnosis harus dilakukan dengan seksama. Adanya pembesaran liver (hepatomegali) dengan atau tanpa nyeri perut kanan atas pada penderita dengan panas badan harus selalu mempertimbangkan kemungkinan TBC liver. Biopsi diperlukan dalam menegakkan diagnosis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mencoba menyajikan Informasi mengenai penyakit dalam secara mudah dan gamblang sehingga mudah untuk dipahami