Silakan menempatkan Iklan Anda disini

Senin, 30 November 2009

SINDROMA PASCA POLIO

SINDROMA PASCA POLIO


(Post Polio Syndrome)


Dr. Heru Wiyono, SpPD


Pendahuluan


Kumpulan gejala-gejala yang menyebabkan pembatasan fisik dan kecacatan, yang terjadi bertahun-tahun setelah


terkena penyakit polio. Beberapa jurnal menyebutkan jangka waktu sampai antara 30 sd 40 tahun, tetapi Mayo


clinic melaporkan sekitar 15 tahun, sehingga dapat terjadi pada usia dewasa muda.


Penyakit ini ditandai dengan :


  • Kelemahan dan nyeri otot dan sendi yang progresif (tambah lama tambah memberat
  • Mudah merasa lelah dengan aktivitas minimal
  • Otot mengecil (atrofi)
  • Gangguan menelan atau pernafasan
  • Gangguan pernafasan saat tidur (sleep apnea)
  • Tidak tahan suhu lingkungan yang dingin


Pada sebagian besar penderita, gejala penyakit ini bertahap dengan progresivitas yang pelan, diikuti fase stabil,


sehingga penderita sering tidak merasakan kelainan yang menyolok.


Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter? Tidak semua kelemahan otot diakibatkan Post Polio Syndrome,


tapi bila penderita merasa lemah yang semakin lama semakin memberat dan semakin lama semakin progresif


walau pelan-pelan, sebaiknya mulai memeriksakan diri.


Penyebab


Mekanisme penyebab sindroma ini masih belum diketahui seluruhnya, hipotesis terbanyak dianut oleh para ahli


adalah degenerating nerve cells.


Sewaktu virus polio menyerang, organ yang terserang adalah sel syaraf tepi


yang disebut motor neuron terutama di sumsum tulang belakang yang


menghubungkan otak kita dengan otot penggerak tubuh kita. Setiap sel neuron


terdiri dari 3 bagian :

  • Badan sel
  • Axon (cabang terbesar dari sel saraf)
  • Dendrit (cabang2 kecil saraf)


Infeksi polio mengakibatkan kerusakan sel sel neuron, segera setelah penyembuhan, terjadi pertumbuhan cabang


baru dari sel-sel neuron sekitarnya. Hal ini mempercepat penyembuhan, tetapi di lain pihak memberikan beban


yang besar pada sel-sel neuron yang tersisa. Dengan perjalanan waktu, beban ini menjadi terlalu besar sehingga


menyebabkan kerusakan cabang neuron bahkan neuron itu sendiri, hasil akhirnya adalah terjadi penurunan fungsi


saraf tepi, sehingga penderita merasakan kelumpuhan yang bertahap seiring dengan semakin banyaknya sel-sel


saraf yang rusak.


Teori lain menganut teori autoimmune, dimana kekebalan tubuh kita menyerang sel-sel tubuh kita sendiri,


sedangkan sebagian sarjana lain meyakini virus polio, seperti virus herpes simplex dapat bertahan lama dalam


tubuh dan kemudian dapat mengalami reaktivasi kembali.


Faktor Resiko


Ada beberapa faktor yang meningkatkan resiko terkena Post Polio Syndrome:


  • Tingkat keparahan pada waktu terkena polio pertama kali
  • Umur waktu terkena penyakit ini, lebih sering sindroma ini mengenai mereka yang terkena polio pada waktu dewasa muda atau remaja.
  • Semakin besar tingkat kesembuhan waktu pertama kali terkena polio, semakin besar resiko terkena Post Polio Syndrome
  • Semakin besar aktivitas fisik, terutama bila kita sering memacu badan kita (di-forsir) semakin besar resiko terkena penyakit ini.


Komplikasi


Secara umum, penyakit ini jarang mengakibatkan timbulnya kematian bila dapat ditangani dengan optimal, tetapi


dapat mengganggu kualitas hidup penderita. Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi :

· Resiko trauma karena jatuh, akibat kelemahan otot yang dapat mengakibatkan patah tulang

· Gangguan nutrisi, dehidrasi, dan radang paru, terutama pada penderita dengan riwayat polio tipe bulbar, yang mengakibatkan gangguan saraf saraf penggerak pernafasan dan menelan, dapat mengalami


gangguan serupa setelah terkena Post Polio Syndrome. Pneumonia (radang paru) dapat diakibatkan masuknya makanan ke dalam saluran pernafasan

· Gagal nafas, amat jarang tapi dapat terjadi pada gangguan saraf penggerak diafragma, menyebabkan semakin sulit untuk bernafas, menimbulkan penumpukan lendir dan cairan di paru. Dilaporkan terutama terjadi pada penderita dengan obesitas, kelainan bentuk tulang belakang, kurangnya mobilitas dan pemakaian obat-obatan tertentu memperbesar resiko terjadinya gagal nafas. Kelainan ini ditandai dengan penurunan kadar oksigen dalam darah (dapat dilihat dengan pengukur saturasi oksigen).

· Osteoporosis, kurang gerak dalam waktu berkepanjangan dapat menyebabkan menurunnya densitas tulang dan osteoporosis pada wanita dan juga pria


Tes klinis dan Diagnosis


Untuk menegakkan diagnosis post-polio syndrome, ada tiga indicator yang akan dicari oleh Dokter anda:


  • Riwayat penyakit polio sebelumnya, disini diperlukan catatan medis sebelumnya karena akan sangat membantu diagnosis
  • Jangka waktu lama tanpa gejala. Dilaporkan oleh Mayo clinic, umumnya terjadi 15 tahun setelah terinfeksi pertama.
  • Kelemahan yang memberat perlahan lahan. Sering kelemahan tidak dirasakan sampai aktivitas sehari-hari terganggu. Bisa saja kita bangun merasa segar, tetapi siang hari merasa lelah saat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya dirasakan tidak melelahkan.

Selain itu, karena post-polio syndrome sering mirip dengan penyakit lain perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit seperti arthritis, fibromyalgia, chronic fatigue syndrome dan scoliosis.

Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain :

  • Electromyography (EMG) dan uji konduksi saraf. Disini diukur muatan listrik otot. Uji ini berguna untuk menyingkirkan kondisi seperti neuropati, anomaly saraf dan myopati (kelainan pada otot bukannya pada saraf
  • Imaging. Dapat berupa magnetic resonance imaging (MRI) atau computerized tomography (CT), meneliti adanya kelainan pada otak dan sumsum tulang belakang. Dapat menyingkirkan kelainan seperti spondylosis, kelainan pada sumsum tulang belakang akibat degenerasi, atau spinal stenosis, penyempitan kolumna spinalis yang menekan saraf.
  • Test darah. Penderita dengan post-polio syndrome didapatkan hasil darah normal, bila didapatkan kelainan tes darah dapat menunjukkan kelainan lain, seperti diabetes, dll.


Terapi

Karena amat beragamnya gejala, tidak terdapat terapi yang spesifik. Tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas

hidup penderita dan mengurangi gejala.

  • Mengurangi aktivitas termasuk menggunakan alat Bantu bila diperlukan seperti tongkat, atau bahkan kursi roda pada kondisi tertentu. Disinilah peran seorang fisioterapis.
  • Terapi fisik. Umumnya dengan aktivitas yang tidak terlalu menguras tenaga seperti berenang atau olah raga aerobic di air. Tapi tetap tidak boleh berlebihan
  • Occupational therapy. Dilakukan perubahan gaya hidup termasuk aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan/profesi.
  • Speech therapy. Terutama pada penderita dengan gangguan otot bicara.
  • Terapi sleep apnea. Sering didapatkan pada penderita dengan post-polio syndrome, sebaiknya hindari tidur tengkurap karena pangkal lidah akan jatuh ke bawah dan menutup saluran pernafasan.
  • Obat-obatan. Seperti Aspirin dan obat penghilang rasa sakit lainnya. Banyak obat lain yang sedang dalam uji klinis tapi belum didapatkan hasil yang dapat digunakan pada klinis seperti pyridostigmine (Mestinon), amantadine (Symmetrel), modafinil (Provigil), insulin-like growth factor-I (IGF-I) dan alpha-2 recombinant interferon. Studi lain meneliti penggunaan immunoglobulin intravena, tetapi sekali lagi belum didapat hasil yang dapat digunakan secara praktis diklinik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mencoba menyajikan Informasi mengenai penyakit dalam secara mudah dan gamblang sehingga mudah untuk dipahami